25 November diperingati sebagai
Hari Guru Nasional. Hal itu ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994.
Namun, ada sejarah panjang
hingga akhirnya 25 November terpilih sebagai Hari Guru Nasional. Selain Hari
Guru Nasional, 25 November 1945 juga ditetapkan sebagai hari lahir Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI).
PGRI diawali dengan nama
Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada 1912. Organisasi ini bersifat
unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala
sekolah, dan pemilik sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang
berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka
Dua. Sejalan dengan keadaan itu, maka selain PGHB berkembang pula organisasi
guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan sebagainya.
Dua dekade berselang, nama PGHB
diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan
pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat
kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia”
ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Kesadaran kebangsaan dan
semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi
memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara
lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu
pindah ke tangan orang Indonesia.
Semangat perjuangan ini makin
berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru
tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan
posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan
teriak “merdeka.”
Sayang, pada zaman pendudukan
Jepang segala organisasi dilarang dan sekolah ditutup sehingga PGI tidak dapat
lagi melakukan aktivitas. Namun, semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi
dasar PGI untuk menggelar Kongres Guru Indonesia pada 24–25 November 1945 di
Surakarta.
Melalui kongres ini, segala
organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan
pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.
Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan
pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk.
dikutip dari : okezone.com