Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) pada 25 November sebaiknya dijadikan
momentum untuk mengembangkan profesi guru sesuai tantangan zaman.
Peringatan HGN juga merupakan kesempatan untuk merancang postur guru
nasional yang ideal untuk menggenjot daya saing bangsa.
Postur
guru nasional kini tecermin dari guru yang sudah memiliki Nomor Unik
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Postur itu berjumlah sekitar
3.015.315 guru. NUPTK diberikan kepada guru yang statusnya PNS ataupun
non-PNS sebagai nomor identitas resmi untuk keperluan identifikasi dalam
berbagai pelaksanaan program dan kegiatan, yang berkaitan dengan
pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan.
Tema peringatan Hari Guru Nasional 2016 adalah
"Guru dan Tenaga Kependidikan Mulia Karena Karya". Kalimat mulia karena
karya menekankan penghargaan untuk profesi guru dan tenaga kependidikan.
Penghargaan di atas diharapkan nyata dan bukan utopia. Puncak
peringatan HGN 2016 dilaksanakan di Sentul International Convention
Center (SICC), Bogor, dan akan dihadiri Presiden Joko Widodo.
HGN 2016 diwarnai isu strategis terkait aspek profesionalitas guru.
Antara lain, penguatan pendidikan karakter di satuan pendidikan,
optimalisasi pendidikan inklusi, revitalisasi SMK menghadapi daya saing
ketenagakerjaan, hingga penilaian kinerja guru dan tenaga kependidikan.
Awal mula peringatan HGN dicetuskan oleh Wardiman Djojonegoro, yang
saat itu menjabat sebagai menteri Pendidikan dan Kebudayaan. HGN
ditetapkan berdasarkan Keppres No 78 Tahun 1994. Penentuan HGN memiliki
latar belakang terbentuknya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
pada 25 November 1945.
Pembentukan PGRI diawali dengan adanya
Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) sejak 1912. Organisasi ini bersifat
unitaristik yang anggotanya terdiri atas para guru bantu, guru desa,
kepala sekolah, dan pemilik sekolah.
Guru inspiratif
HGN merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan guru ideal yang
menjadi sosok inspiratif bagi siswa. Hingga saat ini, sosok guru yang
inspiratif dan adaptif dengan kemajuan dunia jumlahnya belum
menggembirakan. Sehingga lembaga pendidikan di negeri ini masih dibelit
oleh rutinitas dan belum menjadi lumbung kreativitas dan inovasi.
Padahal, era globalisasi sekarang ini memungkinkan sekolah menjadi
pendorong yang hebat bagi daya kreativitas masyarakat.
Untuk
membentuk guru yang inspiratif, dibutuhkan wahana dan kesempatan bagi
guru untuk mengikuti perkembangan global. Wahana tersebut untuk
menunjang proses pengajaran serta meningkatkan profesionalitas guru.
Sedangkan, kesempatan yang harus diberikan untuk guru adalah mengikuti
pendidikan lanjutan ke luar negeri atau mengikuti bermacam event tentang
perkembangan metode pendidikan global dan iptek yang relevan.
Kita masih prihatin karena hingga kini, postur guru di negeri ini masih
banyak yang gagap teknologi. Khususnya, teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Padahal, perkembangan TIK dan kemampuan mesin pencari
lewat internet telah merevolusi tata kelola dan kebudayaan dunia. Serta
mentransformasikan proses pendidikan begitu cepatnya. Mesin pencari juga
sangat pemurah karena menyediakan sumber informasi yang tak terbatas
sebagai bahan baku untuk berkreasi.
Eksistensi guru bagi suatu
bangsa adalah kunci kemajuan. Bagi negara maju, guru adalah segalanya.
Seperti dalam sikap pemimpin bangsa Jepang Kaisar Hirohito saat
menghadapi kalah perang dan kehancuran bangsanya hingga di titik nadir.
Untuk membangkitkan kembali bangsanya, Hirohito terlebih dahulu menata
dan menghimpun para guru.
Begitu juga, dengan langkah bangsa
Amerika Serikat dalam dasawarsa terakhir sangat progresif untuk
membenahi postur guru. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing
Amerika yang mulai terkejar oleh Cina dan India. Pembenahan postur guru
dipimpin oleh sosok reformis pendidikan Amerika Serikat, yakni Arne
Duncan sebagai menteri Pendidikan AS.
Gerakan Duncan itu dipicu
oleh laporan The President's Commission on Excellence in Education yang
berjudul A Nation At Risk: The Imperative for Education Reform. Laporan
itu menyebabkan gelombang reformasi pendidikan di Amerika Serikat, yang
menekankan totalitas pengembangan kompetensi guru dan merancang ulang
sistem sekolah serta mempersiapkan para siswa supaya unggul dalam
kompetisi pada masa depan.
Gerakan Duncan diakselerasi dengan
membentuk The Carnegie Task Force on Teaching as a Profession. Tim
tersebut bertugas mengembangkan standardisasi dan sertifikasi profesi
guru serta dibentuknya National Board for Professional Teaching
Standards (NBPTS).
Misi NBPTS mengembangkan standardisasi
kompetensi guru serta mengadvokasi reformasi pendidikan. Mereka yang
duduk dalam lembaga ini adalah para guru kelas. Sejak NBPTS didirikan,
pengembangan profesi guru di Amerika Serikat hasilnya sangat pesat.
Pemanfaatan teknologi
Berbagai terobosan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah cara
tercepat untuk mencetak generasi emas Indonesia. Postur guru yang
inspiratif bisa mewujudkan lingkungan pembelajaran generasi baru, yaitu
dengan cara pemanfaatan teknologi TIK terkini untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran, administrasi, serta interaksi dan kolaborasi
antara guru, siswa, orang tua, komunitas, dan sekolah yang lebih efektif
dan murah.
Kini semua guru dari tingkat SD hingga SMA/SMK
mestinya memiliki laptop, yang terkoneksi dengan sistem layanan
informasi pendidikan lewat internet untuk menunjang proses pengajaran,
mengembangkan profesionalitas, dan menggenjot daya kreativitas.
Dengan sistem ini, para guru bisa lebih efektif dalam bekerja sehingga
bermacam penyakit rutinitas yang menimpa guru bisa teratasi. Selama ini
penyakit rutinitas dan tetek bengek birokrasi telah membelenggu para
guru sehingga dari tahun ke tahun, mereka terpaksa berkubang dengan
masalah yang itu-itu saja. Akibatnya, tidak mampu meningkatkan kualitas
dirinya sesuai dengan semangat zaman.
Kondisi ini sangat
relevan dengan premis Root Bernstein penulis buku Sparks of Genius. Yang
menyatakan siapa pun perlu keluar dari cara kerja rutin dan konformitas
birokrasi supaya bisa melihat masalah dan tantangan pekerjaan dengan
cara yang baru.
Dengan adanya sistem layanan elektronik
kependidikan yang baik, para guru bisa mempersiapkan materi ajar lebih
baik dan variatif serta bisa berkolaborasi dengan forum guru mata
pelajaran. Kolaborasi para guru itu pada gilirannya, akan menyuburkan
budaya mengunduh dan mengunggah konten pendidikan ataupun ilmu
pengetahuan umum.
Program layanan elektronik kependidikan
searah dengan program global World Wide Innovative Teacher Forum. Secara
rutin, Indonesia mengirimkan wakilnya yang dihasilkan melalui seleksi
lewat forum guru mata pelajaran.
Salah satu agenda menarik yang
berbasis daya kreativitas adalah acara Innovative Teacher Competition.
Dunia sekarang ini terfokus kepada usaha untuk meningkatkan lembaga
pendidikan, yang mampu menggenjot daya kreativitas warga negaranya.
Cara lain untuk meningkatkan daya kreativitas utamanya bagi lembaga
pendidikan adalah dengan merombak budaya belajar dan ruangan sekolah.
Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa pengaruh tata ruang, khususnya
ruang kelas terhadap daya kreativitas cukup besar.
Ruangan
kelas yang dilengkapi dengan perangkat TIK untuk proses belajar, sang
guru dengan perangkatnya yang mampu mengakses materi ajar yang bermutu,
serta infrastruktur kelas yang dirancang secara ergonomik dan nyaman
secara lingkungan bisa memperbaiki proses kreatif siswa secara
signifikan
Sumber sepenuhnya dari : republika
Foto : Dokumentasi Pribadi Mas Han